Friday, 31 March 2017

Mengenal Tindak Pencucian Uang (Money Laundering)

ilustrasi money laundering (abovethefraypodcast)


Kita mungkin sering mendengar istilah money laundering atau tindak pencucian uang. Namun tahukah Anda apakah itu pencucian uang sebenarnya?

Berikut ini Om Djumbo akan sarikan dari berbagai sumber....
Pada dasarnya money laundering adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan  maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.

Jangan heran istilah money laundry pada awalnya memang identik dengan bisnis pencucian baju (binatu) yang dilakukan oleh mafia pimpinan legenda kejahatan Al Capone bernama Laundromat yang waktu itu menggunakan mesin cuci otomatis menggunakan uang koin untuk menghidupkannya.

Al Capone (american-historama.org)

Uang dalam bentuk koin tersebut kemudian dicampur dengan uang Al Capone yang didapatkan dari usaha judi yang menggunakan mesin jackpot dengan menggunakan koin sehingga menimbulkan pemikiran seolah-olah uang receh tersebut berasal dari laba hasil usaha Laundry sebelum disetorkan ke bank. Sehingga oleh pihak berwenang hal itu terlihat sebagai usaha yang legal. 

Inilah asal muasal tentang teknik Money Laundering terjadi....

Pencucian uang merupakan mata rantai konspirasi kejahatan yang melibatkan banyak pihak, mulai dari si pelaku kejahatan, keluarga, teman, hingga lembaga-lembaga legal yang menjadi mesin pencuci uang hasil kejahatan. Modus dari kegiatan untuk “membersihkan” uang hasil kejahatan melalui aktivitas transaksi ataupun kegiatan usaha yang halal sehingga menghasilkan kesan seolah-olah uang itu bersumber dari kegiatan legal ini umumnya melibatkan internal keluarga hingga yang super canggih melibatkan institusi keuangan.

Untuk Mencuci Uang ada 3 tahapan yg mesti kita ketahui :
  1. Placement/Penempatan yaitu konversi uang tunai diubah menjadi dalam bentuk Deposito bank, Real Estate, saham, atau dalam bentuk mata uang lainnya atau transfer kedalam valuta asing
  2. Layering yaitu Melakukan transaksi keuangan yang rumit dan kompleks dengan tujuan untuk menghilangkan jejak
  3. Integrasi yaitu penerimaan uang hasil kejahatan secara tipu daya guna memperoleh legitimasi dalam bentuk aktivitas investasi atau proforma bisnis resmi sehingga uang kejahatan menjadi legal


skema money laundering (howstuffworks)

Berikut beberapa modus yang biasa digunakan dalam tindak pencucian uang :
  • Modus pertama, hasil kejahatan cukup diberikan kepada anggota keluarga dan kemudian oleh mereka dibelikan sejumlah asset seperti rumah, tanah, kendaraan, berlian, membayar premi asuransi atau berbentuk investasi seperti deposito, saham dan lain-lain. Ini merupakan modus yang paling sederhana.
    smurfing (howstuffworks)
     
  • Modus kedua, pelaku kejahatan membuat suatu usaha yang sah yang pendapatannya kemudian dicampur aduk dengan kekayaan hasil kejahatannya sehingga seolah-olah kekayaan itu merupakan omset usaha yang halal. Omset tersebut kemudian masuk ke bank sebagai pendapatan usaha dan kemudian dibayarkan pajak atas laba usaha.
     
  •  Modus ketiga, hasil kejahatan dibelikan barang-barang antik atau benda seni bernilai tinggi seperti patung, lukisan, kristal dan sebagainya. Biasanya pembelian dilakukan secara tunai dengan harga yang murah. Dengan menggunakan bantuan curator (pakar seni / barang antik), benda-benda itu kemudian dipercantik sebelum akhirnya dikirimkan ke balai-balai lelang untuk dilelang kepada public. Skenario selanjutnya adalah mengutus calon pembeli yang berani menawar harga sangat tinggi di lelang itu. Tentu saja ia telah dibekali dengan uang dari si pemilik barang. Maka ketika barang itu laku terjual, seolah-olah pemilik barang mendapatkan kekayannya dari hasil penjualan barang seni secara sah.
     
  •  Modus keempat, kekayaan hasil kejahatan dicatatkan sebagai hasil usaha. Namun karena jumlahnya yang besar, maka akan mencurigakan jika dicatatkan sebagai omset satu tahun. Skenarionya, kekayaan itu dicatatkan sebagai omset selama beberapa tahun agar masuk akal nilai perputaran uangnya. Sebagian kecil uang itu dijadikan uang muka untuk membeli asset usaha dan pelaku kemudian mengambil kredit dari bank. Keuntungan usaha dipakai untuk mencicil asset dan juga membayar pajak. Sisa uang kejahatan kemudian bisa dimasukkan sebagai hasil usaha yang sah dan tentu saja tidak mencurigakan karena perputaran omset telah diatur selogis mungkin.
     
  • Modus kelima, hasil kekayaan dari kejahatan dibawa keluar negeri dalam bentuk valas. Jalurnya bisa melalui akses diplomatik atau dibawa tunai dengan pesawat pribadi oleh bankir-bankir asing. Oleh mereka duit haram tersebut dijadikan modal dalam pengelolaan manajemen aset dan dikirim kembali ke Indonesia dalam bentuk investasi asing. Investor asing yang sudah bersekongkol dengan pelaku kejahatan kemudian bersama-sama mendirikan usaha sah, patungan antara perusahaan asing dengan perusahaan lokal (tentu saja milik si pelaku kejahatan). Skenarionya, pada jangka waktu yang telah ditetapkan dibuat seolah-olah investor asing hengkang dan mengobral murah sahamnya kepada mitra lokalnya. Alhasil, seluruh kekayaan perusahaan itu kembali kepada si mitra lokal yang sekaligus merupakan pelaku kejahatan. Omzet dan laba dari perusahaan itu menjadi sah secara hukum.  
  •  
    money laundering (howstuffworks)
  • Modus keenam, sama seperti modus kelima hanya saja bentuknya bukan kemitraan usaha patungan namun disamarkan dalam bentuk pinjaman asing. Dengan modal pinjaman (yang sebenarnya merupakan uang hasil kejahatan yang sudah dibawa keluar negeri) si pelaku kejahatan bisa melakukan bisnis dengan menggunakan perusahaan lokalnya. Omzet dan laba hasil usaha dibayarkan pajaknya sehingga seolah-lah sah secara hukum.
     
Pencucian Uang di Indonesia
Indonesia merupakan surga bagi pelaku pencucian uang (money laundering). Hal itu disebabkan, antara lain, ketentuan deposito dari nasabah yang tidak boleh diusut asal-usulnya, belum adanya UU pencucian uang dan kerahasiaan nasabah yang begitu ketat. 

Pada tanggal 19 Desember 1988, Indonesia telah bergabung dengan organisasi internasional yaitu United Nations Convention AgainstIllicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances atau yang lebih dikenal UN Drugs Convention dengan komitmen untuk memberantas kasus money laundry internasional.

Kemudian Indonesia mengambil langkah untuk pemberantasan kasus money laundry di dalam negeri dengan menciptakan Undang-undang Nomor 7 tahun 1997. Indonesia juga menetapkan kegiatan pencucian uang sebagai suatu tindak pidana dan mengambil langkah-langkah dengan membuat peraturan-peraturan tertentu agar pihak yang berwajib dapat mengidentifikasi, melacak dan membekukan/menyita dana yang tidak jelas asal usulnya.

Upaya pencegahan mulai dilakukan baik di tiap negara (secara domestik) maupun secara internasional. Namun inti dari langkah pencegahan baik secara domestik dan internasional adalah sama, yaitu memperketat aliran dana yang masuk maupun keluar dari suatu negara. Seperti yang dilakukan bank yang mulai memperketat asal usul dana yang akan di simpan oleh nasabah.

Selain itu, dengan adanya United Nations Convention AgainstIllicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances atau  yang lebih dikenal UN Drugs Convention, diharapkan dapat meningkatkan kerjasama antar negara dan meningkatkan komitmen untuk memberantas money laundry.

Sebagai salah satu entry bagi masuknya uang hasil tindak kejahatan, bank pun berusaha keras untuk mengurangi risiko digunakannya bank sebagai sarana pencucian uang dengan cara mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau transaksi dan memelihara profil nasabah, serta melaporkan adanya transaksi keuangan yang mencurigakan (suspicious transactions) yang dilakukan oleh pihak yang menggunakan jasa bank.

Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah atau lebih dikenal umum dengan Know Your Customer Principle (KYC Principle) ini didasari pertimbangan bahwa KYC tidak saja penting dalam rangka pemberantasan pencucian uang, melainkan juga dalam rangka penerapan prudential banking untuk melindungi bank dari berbagai risiko dalam berhubungan dengan nasabah dan counter-party. Penerapan ketentuan tersebut dilakukan berdasarkan antara lain 40 rekomendasi FATF dan core principle no. 15 dari Basel Committee on Banking Supervision .

Oleh karenanya Bank Indonesia juga memberikan langkah konkret dengan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles). Peraturan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah itu didasarkan pada Basle Committee on Banking Regulation dalam Core Principles for Effective Banking Supervision, dimana penerapan Prinsip Mengenal Nasabah merupakan faktor yang penting dalam melindungi kesehatan bank, maka bank perlu menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah secara lebih efektif.

Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) tersebut juga didasarkan sebagaimana yang dikemukakan FATF untuk pencucian uang, dimana Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) merupakan upaya untuk mencegah industri perbankan digunakan sebagai sarana atau sasaran kejahatan, baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung oleh pelaku kejahatan.

Upaya pemerintah tidak hanya berhenti disitu saja. Pada tahun 2002, pemerintah membuat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) (selanjutnya disebut “UUTPPU”) yang berlaku sejak diumumkan pada tanggal 17 April 2002. Hal tersebut dilakukan untuk menanggapi keputusan FATF tanggal 22 Juni 2001, yang memasukkan Indonesia sebagai salah satu negara diantara 15 negara yang dianggap tidak kooperatif (non-cooperative countries and teritories) untuk memberantas aksi money laundring, sebagaimana terdapat dalam daftar yang dirilis oleh Financial Actions Task Force on Money Laundring (FATF) yang merupakan satgas dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).

Dalam rekomendasinya, FATF mengkategorikan beberapa risiko bagi perbankan dan penyedia jasa keuangan lainnya yang terkait dengan penggunaan institusinya untuk keperluan pencucian uang. Risiko-risiko tersebut antara lain sebagai berikut :
1.         Transaksi yang dilakukan oleh Politically Exposed Persons (PEPs)
2.         Correspondent banking
3.         Pelayanan jasa keuangan tanpa bertatap muka dengan melalui saran elektronis (electronic and other Non Face-to-Face Financial services)
4.         Transaksi penarikan tunai
5.         Penyimpanan dan transfer dana melalui ATM, dan
6.         Electronic money (purses and cards).

Sedangkan upaya Penanggulangan money laundry secara Internasional, Indonesia melalui Menteri Kehakiman dan HAM pada saat itu, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan akan segera memberlakukan UU untuk memberantas kasus money laundry. Diharapkan UU tersebut dapat memberantas pelaku money laundry di luar negeri, terutama bagi mereka yang melakukannya di negara-negara yang belum melakukan perjanjian ekstradisi dengan Indonesia, seperti Singapura.

Selain itu, Indonesia juga telah menjadi anggota United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances atau yang lebih dikenal UN Drugs Convention yang lahir di Wina, Austria pada tanggal 19 Desember 1988 dan ditandatangani 106 negara. Dengan adanya organisasi tersebut, diharapkan akan muncul upaya untuk melakukan pemberantasan kasus money laundry di tingkat internasional yang disebut dengan “The International Anti-Money Laundering Legal Regime”. Hal tersebut merupakan awal untuk pengawasan internasional terhadap kasus money laundry. Selanjutnya, anggota dari organisasi tersebut diwajibkan untuk menjadikan kasus money laundry sebagai suatu kriminal dan kejahatan berat sehingga setiap anggota diharuskan mengambil langkah untuk membuat Undang-undang dan peraturan untuk melaksanakan komitmen tersebut.

Penutup
Telah kita ketahui bersama bahwa dampak yang ditimbulkan oleh pencucian uang ini luar biasa, bahkan mengancam stabilitas ekonomi negara. Hal ini dikarenakan pencucian uang ini sangat mempengaruhi perkembangan berbagai kejahatan berat, seperti drugs trafficking, korupsi, illegal logging, dan sebagainya.

Di bidang ekonomi pencucian uang dapat merongrong sektor swasta yang sah karena biasanya pencucian uang dilakukan dengan menggunakan perusahaan (front company) untuk mencampur uang haram dengan uang sah sehingga bisnis yang sah kalah bersaing dengan perusahaan tersebut. Bagi pemerintah sendiri dampak ikutan selanjutnya adalah meningkatnya kejahatan-kejahatan di bidang keuangan dan menimbulkan biaya sosial yang tinggi terutama untuk biaya dalam meningkatkan upaya penegakan hukumnya.

Untuk itu, kasus pencucian uang atau money laundry harus dipersulit atau dicegah. Dengan mempersulit dan mencegah money laundry diharapkan ada sistem yang bisa mengurangi kegiatan-kegiatan ilegal seperti penyelundupan, korupsi, pembiayaan tindak terorisme, penggelapan pajak, dan lain-lain. 

Kalau seorang kriminal tidak bisa menikmati uang hasil kejahatannya, maka jelas akan berkurang kesempatan bagi mereka untuk melakukan tindak kejahatan. Amien


No comments:

Post a Comment