Stock Exchange (wikipedia) |
Pada tanggal 18 dan 19 Oktober kemarin, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengadakan acara Seminar Investival 2016 di Gedung BEI, Jakarta, dimana penulis (Teguh Hidayat) diundang sebagai salah satu pembicara. Dan tema diskusi yang akan penulis sampaikan nanti adalah terkait kampanye ‘Yuk Nabung Saham’ yang sudah dicanangkan oleh BEI sejak beberapa waktu lalu. Nah, bagi anda yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya maka boleh langsung datang aja ke BEI pada hari Selasa, 18 Oktober, pukul 14.00. Acaranya gratis kok. Namun bagi anda yang tidak bisa hadir maka disini kita akan membahas sedikit, apa sih yang dimaksud dengan ‘Yuk Nabung Saham’? Tentunya versi penulis sebagai salah seorang investor full time di pasar modal Indonesia. Okay, kita langsung aja.
logo "INVESTIVAL" |
Kalau mendengar kata menabung, maka kita mungkin akan langsung ingat pepatah ‘hemat pangkal kaya’,
and I tell you, pepatah itu memang benar adanya, dimana ‘hemat’ disini berarti
menjaga pengeluaran agar kita masih punya sisa uang untuk ditabung. Sekarang
begini: Setiap orang tentu punya penghasilan. Termasuk anak sekolah atau
mahasiswa yang belum bekerja sekalipun, dia tetap punya penghasilan dalam
bentuk kiriman uang saku dari orang tua. Nah, dalam menggunakan uang
penghasilan ini, maka terdapat tiga kelompok orang.
Yang pertama adalah
mereka yang menghabiskan seluruh penghasilannya untuk kebutuhan sehari-hari,
tidak lebih dan tidak kurang. Jadi misalnya anda bekerja sebagai karyawan, dan
gaji anda Rp3 juta per bulan, maka pengeluaran anda dalam satu bulan itu ya
persis 3 juta juga. Alhasil duit gaji cuma numpang lewat aja di rekening setiap
bulannya, nyaris tanpa menyisakan ‘jejak’ sama sekali. Kalaupun ketika akhir
bulan masih ada sisa duit maka biasanya langsung dihabiskan untuk
seneng-seneng, katakanlah buat belanja di ITC Mangga Dua atau makan-makan di
Solaria, karena mereka tahu betul bahwa toh nanti awal bulan rekening gue bakal
keisi lagi (don’t worry, be happy!)
Yang kedua adalah mereka
yang menghabiskan lebih dari
penghasilannya untuk kebutuhan sehari-hari dan gaya hidup. You see, kalau anda masih kuliah atau sudah bekerja
namun gajinya masih kecil, maka anda mungkin akan terbiasa menghemat sana sini
dan kemana-mana masih pake motor Vespa warisan bokap. Tapi kalau gaji anda
sudah naik jadi, let say, Rp10 juta per bulan, maka anda mungkin akan mulai
berpikir, nyicil mobil kayanya boleh juga nih? Nah! Ketika seseorang mulai berhutang untuk entah itu memenuhi
kebutuhan sehari-hari apalagi sekedar lifestyle, maka sejak saat itulah
dia akan berada dalam situasi besar pasak daripada tiang. Beberapa orang
mungkin tertarik untuk membeli barang secara kredit karena sekilas tampak lebih
murah, tanpa menyadari bahwa kedepannya ia akan ‘menabung’ tapi untuk orang lain, dalam hal ini perusahaan atau bank yang
memberikan kredit tersebut.
Terakhir yang ketiga,
adalah mereka yang tidak menghabiskan seluruh penghasilannya, melainkan
menyisihkan sebagian diantaranya untuk disimpan
sebagai aset yang bermanfaat, alias ditabung.
Jadi mau gajinya 3 juta, 5 juta, 10 juta dan seterusnya, maka selalu ada
sebagian dari gaji tersebut yang disimpan
dan tidak diapa-apakan lagi, jadi dianggap uang ilang aja gitu. Dan untuk
bisa menabung seperti ini maka sama sekali tidak perlu gaji atau penghasilan
yang besar, karena yang penting niat saja.
Seseorang dengan gaji 3 juta namun memiliki gaya hidup yang hemat, adalah lebih
berpeluang untuk menabung katakanlah 500 ribu per bulan, dibanding orang lain
yang memiliki gaji 10 juta tapi punya banyak cicilan dan hobinya nongkrong di
mall.
Nah, dari tiga kelompok
diatas, menurut anda kelompok manakah yang menjadi lebih makmur setelah
beberapa tahun? Yang mampu menabung dan mengumpulkan
aset, tentu saja! Ketika seseorang rutin menabung katakanlah Rp1 juta per
bulan, maka setelah 5 tahun, ia akan lebih kaya minimal Rp60 juta dibanding mereka yang tidak pernah menabung
selama 5 tahun tersebut. Penulis katakan minimal, karena ketika seseorang sudah
suka menabung sejak awal, maka nilai setoran
tabungannya biasanya akan naik dari waktu ke waktu seiring dengan
meningkatnya penghasilan. Misalnya anda bekerja sebagai karyawan fresh graduate
dan dapet gaji 3 juta per bulan, maka anda mungkin bisa saving 1 juta atau
minimalnya 500 ribu. Tapi beberapa tahun kemudian, setelah gaji anda tembus
dobel digit, maka masa iya sih anda masih cuma nabung 1 juta saja per bulannya?
Tapi kalau seseorang
tidak pernah suka menabung, maka mau terima gaji berapapun percuma saja, karena
akan selalu habis lagi dan lagi.
However, kalau sekedar
menabung saja maka hasilnya tidak akan maksimal, karena uang kita akan tergerus
oleh hantu bernama inflasi. Jadi
jika seseorang hanya menabung saja sebesar Rp1 juta setiap bulannya, maka
setelah lima tahun ia memang akan memiliki rekening bank senilai Rp60 juta,
namun Rp60 juta di lima tahun kedepan nilainya jelas berbeda dengan Rp60 juta
pada saat ini.
Karena itulah, selain
menabung, dikenal pula istilah investasi.
Dan yang disebut investor adalah
mereka yang tidak sekedar mampu menabung atau mengumpulkan aset, tapi juga
mampu mengembangkan aset tersebut
hingga tumbuh berlipat-lipat dalam jangka panjang. Yup, jadi jika seseorang
menabung sebesar Rp1 juta per bulan, maka seperti yang sudah disebut diatas,
setelah lima tahun ia akan memiliki aset senilai Rp60 juta.
Namun jika ia mampu
menginvestasikan tabungannya tersebut dengan return 20% saja per tahunnya, maka, coba ambil kalkulator
anda dan hitung.. Yup! Setelah lima tahun, ia akan memiliki aset senilai Rp107 juta, alias hampir dua kali lipat
lebih besar, dan perbedaan nilai aset ini akan lebih besar lagi jika jangka
waktunya diperpanjang katakanlah hingga sepuluh, lima belas, atau dua puluh
tahun. Okay, biar penulis langsung kasih angkanya saja disini: Jika anda
menabung Rp1 juta per bulan selama 20 tahun, maka anda akan memperoleh Rp240
juta. Tapi jika anda menginvestasikan tabungan anda tersebut dengan return 20%
per tahun, maka hasilnya adalah, well.. Rp2.7
milyar! Jika anda memang jago investasi, dimana katakanlah rata-rata
return-nya mencapai 25% per tahun, maka hasilnya adalah Rp5.1 milyar. Tapi intinya disini adalah, berapapun return
investasinya, tapi yang jelas dalam jangka panjang hasilnya akan jauuuuuh lebih
besar dibanding jika anda cuma menabung seperti biasa di bank. Selain itu
perhatikan pula bahwa ilustrasi diatas adalah dengan asumsi bahwa anda hanya
menyetor Rp1 juta saja per bulannya selama 20 tahun, jadi gak pernah dinaikin
jadi 2 atau 3 juta gitu. Nah, sekarang bayangkan jika setoran awal anda ke
sekuritas bukanlah Rp1 juta per bulan melainkan 5 juta, dan nilai setoran
tersebut terus meningkat dari waktu ke waktu, dan anda juga mampu untuk secara
konsisten menghasilkan return 20 – 25% tadi. Maka setelah 10 – 20 tahun, berapa
hasilnya???
Jadi pertanyaannya
sekarang adalah, bagaimana caranya agar saya bisa mengembangkan tabungan agar
menghasilkan profit 20 atau 25%, atau kalau bisa lebih besar lagi per tahunnya?
Well, apakah penulis perlu menjawabnya lagi??? Ya dengan berinvestasi lah! Salah
satunya di saham. Hanya tentu, untuk bisa berinvestasi maka perlu ilmu
pengetahuan dan juga pengalaman, jadi anda gak bisa langsung menyebut diri
sebagai ‘investor’ hanya karena anda sudah membuka rekening di sekuritas (tapi
pembukaan rekening itu tetap merupakan langkah awal yang baik). Namun intinya
ketika kita berinvestasi di saham, maka niat awalnya haruslah untuk menabung, yakni untuk menyimpan dan
mengembangkan aset yang berguna untuk jangka panjang, agar kita menjadi kaya
raya suatu hari nanti. Jadikan diri anda sebagai bagian dari kelompok nomor
tiga tadi, yakni mereka yang senantiasa menyisihkan sebagian penghasilannya
untuk ditabung, dalam hal ini ditabung di saham. Guru besar kita semua, Warren
Buffett, pernah berkata, ‘Tidak penting seberapa besar pendapatanmu. Yang
penting adalah seberapa besar dari pendapatan tersebut yang gak cuma lewat di
rekening bank, melainkan bisa disimpan dan menjadi aset yang bermanfaat untuk
jangka panjang’.
Jadi yah, tunggu apa lagi? Yuk, kita nabung saham!
Source : Teguh Hidayat.com
Baca juga:
Sudahkah Anda Melakukan Evaluasi?
How To Never Give Up On Becoming an Entrepreneur
Pengalaman Memasang Teralis untuk Kusen Alumunium
Arti nomor NPWP
Pengalaman Mencairkan Deposito di BPR